Ngaji, sebuah istilah yang begitu lazim di telinga kita. Apalagi bagi pembaca yang pernah mengenyam bangku pendidikan Islam, seperti pesantren. Ngaji identik dengan istilah belajar, namun jelas tidak sama. Ngaji adalah belajar yang amat spesial, karena mempelajari materi-materi keagamaan, tepatnya agama Islam. Sehingga, meski sama-sama mempelajari materi-materi keagamaan, mempelajari agama Hindu, Buddha atau Nasrani tidak dapat dikatakan sebagai ngaji. Begitu…
*********
Ngaji, sebagai sebuah proses pembelajaran agama Islam cukup bervariasi metodenya. Ada yang menggunakan metode kelas formal (menggunakan medium kelas), metode pengajian akbar (dengan ratusan bahkan ribuan pendengar), hingga yang sedang booming yaitu metode kelompok kecil atau halaqah (disebut juga talaqqi dalam film Ayat-ayat Cinta).
Beberapa metode di atas, secara sederhana saya pahami adalah varian aplikasi dari kata ngaji itu sendiri. Mungkin masih ada beberapa metode lain, namun sepanjang yang saya pahami sepanjang konsisten berada pada domain mempelajari agama Islam, tak ada salahnya untuk disebut sebagai ngaji.
Akan tetapi, masalahnya tidak berhenti di sini, kawan. Kata ngaji pada judul yang saya beri tanda petik (“ngaji”), maknanya tentu berbeda. Realitanya, ternyata ngaji seringkali mengalami penyempitan makna. Ada beberapa gerakan atau kelompok yang menjadikan pola ngaji baku. Pola ngaji tersebut bisa jadi merupakan metode yang menjadi “identitas” gerakan, bisa juga berbentuk suatu “penghambaan” diri pada ustadz-ustadz tertentu. Sehingga, acapkali bila kita tidak ngaji dengan metode dan tokoh yang mereka yakini, jangan heran bila kita dianggap tidak pernah “ngaji”.
Saya mengatakan realita di atas dengan serius, kawan! Karena saya mengalami sendiri, bagaimana rasanya dianggap tidak “ngaji” hanya karena metode dan tokoh yang saya yakini berbeda. Suatu hal yang sedikit membuat saya sakit hati, padahal (Alhamdulillah) sampai saat ini saya masih mondok di sebuah pesantren dan mengikuti kajian rutin di dalamnya (setiap pagi dan malam).
Saya pun mencoba sedikit berpikir terbuka untuk menganalisa keadaan. Saya pun menemukan secercah garis merah fakta bahwa “ngaji” (dengan tanda petik tentunya) memang tak sekedar digunakan untuk menimba agama Islam, melainkan digunaka pula untuk kaderisasi gerakan. Sebuah pilihan yang bermakna ganda, positif maupun negatif sekaligus. Positif karena kaderisasi gerakan tersebut akan terjalin dengan baik, namun menjadi negatif pula saat timbul sikap apriori akan rekan-rekan yang berada di luar lingkaran “ngaji” mereka.
Mohon maaf bila tulisan saya sedikit menggugat. Karena memang saya agak concern dengan masalah ini. Saya ingin mengembalikan essensi ngaji pada posisi semula. Bahwa ngaji, dimana pun, kapan pun dan dengan siapa pun sepanjang diniatkan demi Islam dan Lillahi ta’ala adalah essensi utamanya, bukan untuk sekedar kaderisasi gerakan tertentu. Kemudian, baru kita tunggu bagaimana efek ngaji tersebut berimbas pada keseharian peserta ngaji, progressif atau malah sama saja.
Nah, pembaca, pertanyaan saya sekarang: sudahkah anda ngaji? (tanpa tanda petik loh…)
Assalamu’alaikum wr wb, terima kasih sudah mampir ke blog saya. salam kenal.
hmm.. pembahasannya lumayan menarik, menurut saya sih gak ada masalah tentang tema ini, (maaf)mungkin anda saja yang sensitif dan kebetulan tersinggung oleh ucapan oknum kelompok lain yang tidak bertanggung jawab.
semua organisasi keislaman di seluruh dunia memiliki metode-metode yang berbeda untuk syiar islam. ada yg terbuka dan ada yg tertutup. ambil contoh masyarakat Nahdliyin dengan Muhammadiyah. Metodenya berbeda, warga Nahdliyin akan beranggapan seseorang yg bukan warganya kalau belum mempelajari kitab kuning dll. kebetulan seseorang itu adalah warga Muhammadiyah yang tidak mempelajari kitab kuning, salah satu ngaji warga Nahdliyin adalah Kajian Kitab Kuning, dll.
Jadi menurut saya ini lumrah, anggap biasa saja persoalan ini. Ini bukan masalah substansial dalam agama islam. Mari kita singkirkan perbedaan perbedaan. Mari bersatu. Allahu Akbar !!! 🙂
Wassalamu’alaikum wr wb
NB: mohon maaf jika komen nya tidak berkenan di hati :-*
terlalu sepele untuk membahas maslah ngaji..setiap orang mempunyai anggapan berbeda tentang perumpamaan..saudara harus lebih bayak nelajar atau membaca buku antropologi karena cma maslah istilah dan pemahaman budaya…banyak belajar seblom membahas supaya blog anda lebih membahas maslah yang berkualitas di banding kuantitas..bukan semua tema layak untuk dibahas karena mencerminkan mebodohan pribadi seseorang ketika mengangkat tema yg ga penting…
Wah.. Saya udh lama ga ngaji. Mungkin ada sekitar 5 bulan. Niat selalu ada, aku realisasikan deh. =)
saya suka menghindar deh kalo udah nyangkut agama…soalnya takut menimbulkan konflik…
Insya Allah senantiasa menjaga tilawah membuat hati jd tenang
limasan joglo jogja
hey gan,,, ayo segera gabung ???
poker 88,situs poker online indonesia uang asli,situs poker online terpercaya, dewa poker, texas poker, poker club,poker online indonesia
jangan sampai ketinggalan .. di KartuKeren kamu bisa mendapatkan keuntungan besar:
Bonus 100% untuk setiap Deposit Dan Tidak Hanya itu saja. .
BONUS Special kami melakukan Withdraw + BONUS 10% dan Deposit 3x BONUS 10%
Bonus Referral sebesar 20%
ayo langsung daftar aja sebelum promonya di tutup
Klik Di sini http://www.mentaripoker.com/mentaripk/index.php
This design is spectacular! You certainly know how
to keep a reader entertained. Between your wit and
your videos, I was almost moved to start my own blog (well,
almost…HaHa!) Great job. I really enjoyed what you had to say, and more than that, how you presented it.
Too cool!